Minggu, 17 Februari 2013

Spirit Dan Ikhtiyar Wong IKLIMA

IKLIMA, kita pasti akan menyela dan bertanya atau menjastis dan berkata “palah arti sebuah nama bila tidak dapat memberikan satu oase baru dan pembaharuan. Kalau Cuma segerombolan apa bedanya dengan preman di jalan. Kalau Cuma ujub-ujub apa artinya sebuah labelitas”. Dan saya percaya bahwa IKLIMA tidak untuk itu, bukan dan tidak untuk mempercantik nama, bukan pula sekedar geroblan tanpa maksud dan tujuan dan lahirnya pun tidak sekedar ujub-ujub.

Untuk itu mari kita jaga semangat juang sebagaimana dulu ketika organisasi ini digagas, Saya ingat betul bagaimana semangat teman-teman dalam membentuk IKLIMA saat itu, pantulan optimisme mereka masih saya rasakan hingga saat ini. Baiklah saya akan coba menguraikan latar belakang dan semangat dari gagasan yang pada akhirnya mengkerucut pada satu identitas yang jelas dan terbakukan sebagaimana kita kenal sekarang yaitu IKLIMA (Ikatan Alumni Al-in’am) : Baca IKLIMA Malang.

IKLIMA tidak semerta-merta muncul tanpa satu pertimbangan dan sepirit perjuangan, semangat dan sepirit itu meresonansi dari alumni Al-in’am yang kuliah di Malang. Awal munculnya gagasan berangkat dari satu kegelisahan yang sama. Di mana saat itu sesama alumni Al-in’am belum saling akrab satu dengan yang lain, Ketidak akraban itu bukan kami tidak kenal atau tidak tahu, kami saling tahu, namun karena medan dan lokasi tempat kuliah yang berbeda menyulitkan kami untuk melakukan koordinasis dan konsilidasi. Itulah yang kemudian medorong kita untuk bisa berkumpul dan berbagi, yang kemudian kita kemas dalam bentuk organisasi.

Sebelum dibentuk organisasi tak ada hal serius yang kami bahasa. Tapi kami tetap menjaga silaturrahim, diantara kami yang sering bertemu Saya, Yusman, M. Sujibto dan Sauqi (sebenarnya hal ini pernah saya ulas sebelumnya). Dan pada kesempatan itu kami mengajak mereka untuk ngopi bareng, entah berapa kali ngopi bareng saya tak sempat mengingatnya.  

Dari intensitas pertemuan yang kami lakukan muncullah gagasan, “mengapa kita tak buat satu komintas saja”. Ya … komonitas, itu lah ide awal kami. Saya sendiri lupa siapa yang mengawali ide tersebut, yang pasti kami sama-sama sepakat untuk membentuk satu komonitas. Kemudian gagasan berkembang bahwa nanti kalau ngopi lagi, harus ada tema khusus yang dibicarakan dan mesti ada penanggung jawabnya.

Pada pertemuan selanjunya kami berkumpul dan membahas isu kontemporer saat itu, sayang saya lupa. Adalah keteledoran kami tidak mendukumentasikan isu apa yang dibahas dan siapa yang membahas. Kalau dilihat dari jumlah, jujur jumlah kami hanya berempat, namun keterbatasan tidak mengurangi semangat kami untuk belalajar dan berbagi, diskusi pun sangat meriah. Semua aktif dan saling memberikan pendapatnya sesuai kapasitas dan kapabilitasnya. Tak soal apakah argument yang disampaikan benar atau salah, yang peting harus bersuara dan suara itu ada landasan.

Setelah melakukan diskusi muncul lagi gagasan agar kominiutas ngopi bareng menjadi satu organisasi, munculnya gagasan untuk membuat organisasi sempat tarik ulur. Tarik ulur bukan soal setuju atau tidak setuju, kami sama-sama melihat kondisi dan keberadaan kami saat itu, yang hanya berjumlah lima orang (Saya, Sauqi, Sujibto, Yusman dan Tola’edi). Namun pesimisme itu tak berangsur lama, “kita tak usah ikut pakem yang ada, kita yang membuat dan kita pula yang melaksanakan” ungkap saya saat itu. Akhirnya kami sepakat untuk membentuk satu organisasi dengan nama “ngopi barenag Al-In’am”.

Kami pun melaksanakan pertemuan rutin sebagaimana diputuskan, yaitu tiga kali dalam satu bulan. Dengan konsep sebagaimana awal : pembahasan tema diskusi digilir sesuai kesepakatan dan tema harus di distribusikan pada anggota satu minggu sebelum pertemuan, baik melalui sms atau FB. Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya gagasan berkembang, angota menginginkan adanya legitimasi atas pembentukan organisasi ngopi bareng al-in’an. Kira-kira apa nama dari organisai, semua mengacu pada keterikatan giografis dan ideologis kultur dan budaya yang dinamis. Muncullah usulan nama dari Sauqi yaitu IKLIMA (Ikatan Alumni Al-in’am Malang). Kita sepakati nama IKLIMA, membentuk lambang organisasi dan membuat AD/ART.

Nama IKLIMA sedikit mendompleng sejarah Nabi dimana IKLIMA adalah nama putri Ibrahim As, begitulah singkat historis dari nama itu. Namun kami sepakat untuk tidak mengkaitkan nama IKLIMA dengan nama jenis kelamin manusia apakah itu keturunan Nabi atau apalah itu namanya. Jika momentum itu muncul dari satu ikhtiar yang diadopsi dari putri Nabi itu hanya kebetulan saja. Yang jelas IKLIMA bukan perempuan juga bukan laki-laki. Iklima tak memiliki jenis kelamin sebagaimana ada pada manusia. IKLIMA adalah nama yang bergegas yang tak terikat ruang dan senantiasa dinamis sesuai dengan dinamika yang ada dan senantiasa independen. Pembawaan lembaga Al-in’am tak mengurangi sikap dan kekeritisan dari organisasi ini karena sebagaimana sepirit awal organisasi ini digagas dan dibentuk berdasar semangat juang dan untuk membentuk suatu oase pemikiran dalam intern IKLIMA juga lingkungan sosial.

Sebagaimana dikatan di atas bahwa IKLIMA bukan perempuan juga bukan laki-laki, Iklima tak memiliki jenis kelamin sebagaimana ada pada manusia, tapi bukan berarti banci. IKLIMA adalah sebuah ikhtiar yang diikhtiari dengan semangat berbagi dan kebersamaan. Maka pada tanggal … disahkanlah nama IKLIMA. Segala kebutuhan dan administrasi kami susun secara bersama-sama. Dialog dan perdebatan a lot mewarnai perumusan AD/ART  saat itu. Saya sendiri kagum dan bedecak dalam hati, “sungguh ini sangat luar biasa” ungkap saya saat itu. Perumusan AD/ART Hampir satu malam namun belum selesai akhirnya dipending. Dan setelah pertemuan selanjutnya semua berjalan lancar dan lebih terarah.

Manusia lahir dan diciptkan oleh Tuhan dengan satu maksud dan tujuan. Maka begitu pun dengan IKLIMA, IKLIMA lahir dari sebuah gagasan, harapan,  keinginan bersama dengan sepirit perjuangan dan silaturrahim. Dan hal yang tak kalah penting adalah di dalam setiap kegiatan IKLIMA selalu menekankan pada anggota untuk senantiasa mengingat jasa orang tua, guru, dengan cara mengirim doa pada mereka. 
By : Mahmudi Ibnu Mas'ud

0 komentar:

Posting Komentar